TopMenu

Rabu, 20 Februari 2013

Laskar Pelangi Versi Saya

Beberapa hari yang lalu, saya membaca berita bahwa buku Laskar Pelangi menjadi Best Seller dunia! Wow!

Saya mau cerita pertama kali saya membaca buku ini. Yang memberi tahu saya adanya buku ini adalah sepupu saya, Faizah Fahmi. Dia tinggal di Pekan Baru.
"Kamu sudah baca buku Laskar Pelangi?" tanyanya ketika menelepon.
"Laskar Pelangi? Apaan tuh?" tanya saya polos. Kejadian ini kira-kira akhir tahun 2007 atau awal tahun 2008 kayaknya. Sementara buku ini pertama terbit tahun 2005. Amit-amit, ya! Saya tinggal di planet mana sebenarnya. Hehehe.

"Masa kamu gak tau? Tetralogi LP," kata Faizah lagi. Saya terdiam begitu Faizah menceritakan sedikit tentang isi bukunya plus siapa itu Andrea Hirata. Begitu dia selesai menelepon, saya SMS beberapa orang teman saya dengan pertanyaan yang sama.

"Kamu sudah baca buku LP?" isi SMS saya. Dan pemirsah, rata-rata mereka menjawab, sudaah .... Dan rata-rata punya bukunya. SMS saya teruskan:
"Pinjaaam ya, bukunya. Saya ambil sekarang!" Peminjam yang baik sekali saya, ya. 

Begitu buku sudah di tangan, langsung saya geber membacanya. Biasanya, jika buku kurang menarik, saya akan membacanya secara acak. Tapi sebaliknya, saya akan membaca dari awal sampai akhir dan biasanya lupa dengan dunia luar. Begitulah yang terjadi dengan buku LP ini. Di halaman awal saja saya sudah terpesona. Dan saya membacanya tanpa jeda, pemirsa. Buku ini tamat dalam satu tarikan nafas, hehehe. *lebay*

Apa yang menarik buat saya membaca buku ini? Pertama, cara penulisnya mengenalkan mereka-mereka yang kemudian dipanggil dengan Laskar Pelangi. Kedua, memaparkan kondisi alam  plus kebiasaan-kebiasaan dari masing-masing etnis yang ada di daerah Belitung. Ketiga, cara penyampaiannya indah. Untuk menyampaikan inti cerita, kadang penulis membawa pembaca ke sebuah kisah  unik yang tidak membosankan untuk diikuti. Keempat, pilihan katanya. Ada banyak bahasa latin yang digunakan untuk menyebut nama sebuah bunga atau tanaman. Dan itu menarik.

Selesai membaca buku ini, saya menelepon kakak perempuan saya. Dia berdomisili di kota Padang.
"Ni, ada buku bagus, nih! Cari, ya," kata saya sambil menceritakan beberapa bagian dari isi buku. Dan tahukah pemirsa? Kakak saya langsung mencarinya, membacanya dan gak sabar ketika Maryamah Karpov (seri keempat) belum juga terbit.

Ketika kakak saya membaca buku ini pertama kali, berkali-kali telepon saya berbunyi.
"Kenapa, Ni?" tanya saya.
"Keren!  Aku lagi baca LP. Aku jadi ingat teman-teman SMP dulu. Yang juara 1 pernah gak masuk sekolah. Hari itu guru matematikaku mengajarkan cara lain mengerjakan soal yang kami rasa sangat sulit. Besoknya, kami dites. Kamu tahu, temanku yang juara 1 itu juga bisa mengerjakannya. Seperti Lintang. Buku ini seperti mengisahkan kita anak-anak kampung yang sebenarnya pintar-pintar." Saya terdiam. Dalam hati saya mengiyakan. *dalam hati mengiyakan kalau saya pintar. halaah*

Telepon sering kali berdering ketika kakak saya sedang membaca Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karvof.
"Kenapa, Ni?" tanya saya.
"Haduh, sakit perut," katanya sambil menahan ketawa.

Ya, begitulah. Tetralogi buku ini mungkin sudah menghipnotis saya. Sampai anak saya yang sulung bertanya, "Kok, Ibu baca buku itu lagi?" Yang akhirnya membuat dia gak tahan untuk  ikut membaca. Terkadang sebelum tidur, mereka saya ceritakan sebagian dari isi buku ini. Anak-anak saya menyimak dengan semangat. Atau saya kemudian terbiasa melihat lirikan aneh suami saya begitu melihat saya ketawa membaca isi buku ini. 

Mengulang membaca, menangis lagi, ketawa lagi, mungkin baru kejadian ketika saya membaca buku-buku LP. Dan akhirnya ketika film-nya beredar di TV, penghuni rumah excited untuk menonton. Dan saya bertindak sebagai narator. Karena filmnya tidak persis sama dengan isi buku.

Terakhir, selamat buat Andrea Hirata yang sudah membuat harum nama Indonesia. *saya kapan, ya*





Tidak ada komentar:

Posting Komentar